Ziarah ke makam Tuanku Imam Bonjol,
Berkunjung ke
salah satu web milik seorang traveler, saya mendapat informasi bahwa di Manado
terdapat sebuah makam yang wajib dikunjungi. Makam sang pahlawan nasional, Tuanku
Imam Bonjol.
Siapa yang tidak kenal beliau? Pahlawan perang Paderi yang melawan
Belanda dengan gigih, dan diasingkan Belanda hingga akhir hayatnya. Pengasingan
Tuanku Imam Bonjol yang terakhir adalah di Lotak, Minahasa, dekat kota Manado.
Disitulah beliau akhirnya meninggal dan dimakamkan.
Ketika berkesempatan
mengunjungi Manado, tak lupa saya menyisipkan agenda berziarah ke makam Tuanku
Imam Bonjol. Berjarak sekitar 9 km dari
kota Manado, perjalanan menuju kompleks makam ini dapat ditempuh dalam waktu
sekitar setengah jam menggunakan mobil. Jalan beraspal yang menanjak,
menandakan wilayah yang kami lalui adalah wilayah perbukitan. Selama
perjalanan, wilayah yang kami lalui menyajikan hamparan lanskap kota Manado
yang menawan. Indah dipandang dan menyejukkan hati.
Berdasar cerita, Tuanku
Imam Bonjol tidak menikah lagi selama hidup dalam pengasingan. Selama
diasingkan, beliau ditemani oleh seorang pengawal setianya. Pengawal inilah
yang akhirnya menikahi gadis minahasa dan ber-anak keturunan. Keturunan
pengawal Tuanku Imam Bonjol ini yang menjadi juru kunci dan penjaga makam
beliau sampai saat ini.
(tampak depan kompleks makam)
Kami
sampai di kompleks makam sekitar tengah hari. Kompleks makam terlihat sepi dan
tenang. Memasuki lokasi, halaman kompleks yang hijau dan asri menyambut kami.
Terdapat bangunan makam dengan desain khas minangkabau. Bercat putih, bangunan
ini menaungi makam sang ulama dan pahlawan nasional, Tuanku Imam Bonjol.
Kami ditemui sang
juru kunci makam yang masih merupakan keturunan pengawal Tuanku Imam Bonjol.
Dengan diantar beliau, kami masuk makam.
(lukisan Tuanku Imam Bonjol)
Ruangan sederhana
menaungi makam sang ulama. Berbentuk persegi dengan cat putih, pada dinding
makam sebelah kanan pintu terdapat lukisan beliau. Mengenakan jubah putih, beliau
digambarkan sedang mengedarai kuda sambil mengangkat pedang.
Nisan sang pejuang
dipagari rantai pembatas dan berbahan marmer putih. Di bagian kepala nisan
terdapat tulisan : Peto Syarif Ibnu
Pandito Bayanuddin bergelar Tuanku Imam Bonjol Pahlawan Nasional. Lahir tahun
1774 di Tanjung Bungo/Bonjol Sumatera Barat, wafat tanggal 6 November 1854 di
Lota Minahasa, dalam pengasingan pemerintah kolonial Belanda karena berperang
menentang penjajahan untuk kemerdekaan tanah air, bangsa dan negara.
--
Keluar dari
makam, kami ditunjukkan tempat shalat Tuanku Imam selama berada di pengasingan.
Berjarak kira-kira 100m dari makam, kami harus menuruni tangga batu berundak
menuju sebuah mushala sederhana di pinggir kali. Harus hati-hati ketika
melewati tangga ini karena masih berlapis tanah dan sangat licin setelah turun
hujan.
Di depan mushala, ada tempat wudhu sederhana. Tepat didepannya, terdapat
sebuah batu besar dan lebar, kira-kira seukuran meja kayu. Menurut cerita, batu ini
adalah tempat shalat Tuanku Imam Bonjol. Beliau shalat di atas batu besar
tersebut selama berada di pengasingannya. Terlihat bekas tapak kaki sang ulama
pada batu kali sebesar meja itu.
Jaman dulu hanya
terdapat batu ini sebagai bekas shalat Tuanku Imam Bonjol. Batu yang awalnya
terletak di tengah sungai ini kemudian ditarik ke pinggir sungai. Penduduk
melakukannya agar batu besar tersebut tidak hilang terseret banjir. Berkat inisiatif
dan sumbangan para peziarah, saat ini telah berdiri sebuah mushala sederhana. Berdasarkan
catatan di papan tulis kayu yang tergantung di dinding, pembangunan mushala ini
sendiri baru selesai sekitar tahun 2012.
(batu besar tempat shalat Tuanku Imam Bonjol)
Kami shalat
dhuhur berjamaah di mushala ini. Berlatarkan keheningan dan gemericik air
sungai, rasanya shalat yang kami lakukan agak
lebih khusuk dari biasanya. Sekeliling mushala ini masih lebat dengan
pepohonan, masih hampir seperti hutan. Suara serangga mendengung lirih di
kejauhan, mengingatkan bahwa mushala sederhana ini begitu sunyi dan khidmat
dalam kesepiannya.
--
Kembali menuju
kompleks makam, saya agak terengah ketika menaiki tangga batu. Saat kami
mengobrol sedikit dengan penjaga makam, baru kami tahu bahwa makam sang
pengawal Tuanku Imam Bonjol pun letaknya masih di sekitar kompleks tersebut.
Hanya dibatasi pagar kompleks makam, makam sang pengawal ini sekarang menjadi
makam keluarga. Turun temurun keluarga yang meninggal dimakamkan di kompleks makam
tersebut. Tampak dari kejauhan, makam sang pengawal ditutup batu nisan putih
dan dikelilingi makam keluarga yang lain. Penjaga makam yang menemani kami
sendiri adalah keturunan kelima dari sang pengawal.
Setelah dirasa
cukup berbincang-bincang, kami memutuskan untuk pamitan. Meski hanya sebentar,
rasanya senang sekali kami bisa napak tilas di tempat bersejarah ini. Matahari
bersinar terik di langit Minahasa, menyinari salah satu tempat bersejarah,
saksi perjuangan sang ulama dan pejuang Indonesia. Dalam hati saya berharap,
semoga suatu saat bisa berziarah kesini lagi, tentu dalam keadaan yang lebih
baik.
--
"Ya Allah, luaskan kuburan
mereka, muliakan arwah mereka, sampaikan mereka pada ridha-Mu, tenteramkan
mereka dengan rahmat-Mu, rahmat yang menyambungkan kesendirian mereka, yang
menghibur kesepian mereka. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala
sesuatu."
Komentar
Posting Komentar