PLTD Apung dan Situs Kapal Apung Lampulo,
Berikutnya, saya
memutuskan untuk pergi ke PLTD Terapung. PLTD Terapung ini adalah sebuah kapal amatbesar
yang terseret gelombang hampir satu kilometer dari pantai dan masuk ke kota,
melindas rumah-mobil-bahkan mungkin manusia di bawahnya. Lokasinya terletak di
tengah pemukiman warga di Desa Punge Blang Cut, Meuraksa, Banda Aceh.
(situs PLTD Apung,
Blang Cut)
Awalnya, kapal yang
merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ini sedang bersandar di pelabuhan Ulee
Lheue, Kota Banda Aceh. Namun saat tsunami menerjang, kapal milik PLN seberat
2.600 ton ini terseret sejauh lima kilometer dan terdampar di Desa Punge Blang
Cut, tepat di tengah-tengah pemukiman warga. Bayangkan betapa besarnya kekuatan
gelombang air laut saat itu hingga mampu menyeret kapal dengan panjang 63 meter
dan lebar 19 meter ini.
Bekas-bekas tsunami
masih terlihat jelas. Jangkar yang tergeletak, pasir di dalam ruang kapal,
kabel-kabel yang putus, mengisahkan betapa ngerinya keadaan saat itu. Bahkan
dari cerita yang beredar, ada tangan manusia yang menyembul keluar dari bawah
kapal itu ketika musibah baru saja terjadi, namun karena mayat tersebut tidak
mungkin digali atau diambil, maka sekalian dikuburkan dibawah kapal tersebut.
Saat ini telah
dibangun prasasti dan PLTD ini telah dipagari dengan rapi. PLTD Apung buka
pukul 09.00-13.00 dan 14.00-17.00 WIB. Meski tidak dikenakan tiket, pengunjung
dipersilahkan mengisi kotak sumbangan di dekat pintu masuk dan buku tamu.
--
Masih di Banda Aceh,
terdapat satu lagi “artefak” peninggalan musibah tsunami Aceh yang mengingatkan
saya akan kebesaran Allah. Situs Kapal Apung di daerah Lampulo, Banda Aceh. Sebuah
perahu kayu seberat kira-kira 20 ton ini terseret dari dermaga dan terdampar di
atas sebuah rumah. Perahu yang banyak digunakan nelayan Lampulo berlayar
mencari ikan ini awalnya ter’parkir’ di pinggir sungai, namun terseret sejauh
tiga kilometer ke daratan oleh gelombang tsunami. Sang pemilik rumah, keluarga Misbah dan Abbas, memutuskan untuk
tidak menurunkan perahu ini dan tetap menghuni rumah di bawahnya. Bahkan saat Pemda menjadikan lokasi ini sebagai situs pariwisata, beliau tidak keberatan
menjaga objek wisata sejarah ini.
Perahu kayu sepanjang
kira-kira 25 meter yang dicat hitam ini mulai lapuk termakan usia. Meski
begitu, pengunjung masih ramai mendatangi tempat ini terutama saat weekend atau
libur. Saat ini untuk memudahkan pengunjung, telah dibangun beberapa fasilitas
umum seperti toilet yang bisa digunakan pengunjung. Dibangung pula tangga
setinggi lima meter agar pengunjung bisa melihat bagian atas perahu. Di dekat
kapal pun dibangun prasasti berupa plakat yang berisi tulisan dalam tiga bahasa,
bahasa Aceh, Indonesia dan Inggris. Di plakat tertulis; “Kapal ini dihempas
oleh gelombang tsunami pada tanggal 26 Desember 2004 hingga tersangkut di rumah
ini. Kapal ini menjadi bukti penting betapa dahsyatnya musibah tsunami
tersebut. Berkat kapal ini 59 orang terselamatkan pada kejadian itu”.
Memang menurut cerita, saat musibah terjadi, ada 59 orang yang
masuk ke kapal dan berhasil lolos dari terjangan gelombang air laut. Oleh
karena itulah, kapal apung ini dianggap sebagai salah satu bukti kekuasaan
Allah yang menolong hambaNya, dan dilestarikan sebagai situs bersejarah untuk
mengingat betapa dahsyatnya musibah tsunami yang pernah terjadi.
Letak situs “Kapal Apung Lampulo” sendiri berdekatan dengan
kantor Puskesmas dan berada di belakang SD 65 Coca Cola Banda Aceh. Tidak
terlalu sulit untuk dijangkau karena masih berada di kompleks pemukiman
penduduk dan cukup terkenal di daerah Lampulo. Untuk akses menuju lokasi,
pengunjung bisa naik mobil, becak atau ojek dengan tarif sekitar 20 ribu rupiah
saja.
Beberapa lokasi di
Banda Aceh yang menjadi kenang-kenangan atas musibah tsunami, menggambarkan
bahwa meskipun sudah lewat sepuluh tahun dan penduduk Aceh mulai membenahi
hidupnya, namun kenangan menyedihkan masih menyelimuti tanah rencong ini.
Bekas-bekas musibah itu masih tersisa di beberapa bagian kota, sengaja tidak
dihilangkan agar menjadi pengingat bahwa kuasa Allah sangat besar, dan bahwa
penduduk Aceh adalah manusia-manusia hebat, yang mampu bertahan untuk berjuang
bangkit kembali.
--
--
Komentar
Posting Komentar