Museum Tsunami Aceh, sebuah pengingat untuk manusia-manusia hebat..


Berkunjung ke tempat ini seakan membuka luka lama. Museum yang didesain oleh Walikota Bandung saat ini, Pak Ridwan Kamil, adalah sebuah objek bersejarah untuk memperingati bencana gempa bumi dan tsunami tahun 2004 sekaligus pusat pendidikan dan tempat perlindungan darurat (escape building) seandainya terjadi tsunami lagi.
A photo posted by Andreas Dadang (@andre_d2ng) on




A photo posted by Fadhel M. Rabbani (@delrabbani) on


Terletak di jalan Sultan Iskandar Muda No. 3, Kota Banda Aceh, museum ini dibangun sebagai simbol pengingat kekuatan Aceh dalam bertahan dan bangkit kembali setelah musibah mengerikan yang menewaskan hampir separuh penduduknya. Menurut info, pembangunan museum ini sendiri menghabiskan hampir dana 150M.

Di museum ini, tersimpan berbagai foto, video, bahkan mendokumentasikan objek-objek bekas tsunami misalnya bangkai helikopter. Terdiri dari 4 tingkat dan berbagai ruangan, bangunan ini terlihat seperti benteng yang kokoh dari kejauhan. Berwarna abu kelabu, bangunan kokoh ini menyiratkan kesedihan mendalam dan belasungkawa atas musibah 11 tahun lalu.

Memasuki museum, saya melalui sebuah lorong sempit remang-remang. Lorong ini basah pada kedua sisinya, dengan aliran air bergemericik dan gemuruh tsunami yang diputar dari rekaman suara. Kombinasi ruangan gelap dan basah, suara teriakan korban tsunami yang menyebut nama Allah, suara gemuruh air dan suara adzan, membuat bulu kuduk saya meremang. Beginilah rekonstruksi suasana minggu pagi 26 Desember 2004 itu. Ruangan ini disebut “Ruang Renungan”. Sebuah ruangan yang merekonstruksi kejadian tsunami 11 tahun lalu.

Setelah melewati ruangan ini, saya masuk ruang berkaca yang disebut “Memorial Hill”. Disini disediakan banyak monitor-monitor kecil yang bisa digunakan pengunjung untuk melihat foto-foto dan informasi tentang kejadian tsunami. Pemanfaatan kecanggihan teknologi dan media cukup bagus diterapkan dalam ruangan ini. Karena banyak monitor disediakan, pengunjung tidak perlu antri lagi. Cukup bagus dalam menyiasati banyaknya pengunjung yang mungkin datang.


Masuk ke ruang berikutnya, ada “Sumur Doa”. Sebuah ruangan yang kembali membuat bulu kuduk saya meremang saking sedihnya. Ruangan yang bernuansa remang-remang ini berbentuk silinder, persis seperti sumur. Di puncak ruangan tertutup sebuah lafadz “Allah” yang bercahaya. Terukir di tembok yang melingkar, nama-nama korban tsunami Aceh. Ratusan, bahkan ribuan, nama korban yang tertulis dengan ukiran bercat putih. Tersusun berderet memenuhi dinding silinder, nama-nama itu seakan menegaskan betapa dahsyatnya musibah yang terjadi.


Naik ke lantai dua, terdapat ruang multimedia yang cukup lengkap. Terdapat ruang audio, ruang 4 dimensi "tsunami exhibition room", ruang pre-tsunami, while stunami, dan post-tsunami. Di tempat ini terpajang foto-foto dokumentasi selama beberapa periode pra dan pasca tsunami melanda Aceh. Beberapa foto sukses membuat saya terpaku, terdiam sejenak dan meneteskan airmata. Betapa Maha Dahsyat Allah yang memberikan cobaan dan musibah, sekaligus menunjukkan kebesaran dan kuasaNya.

Ada beberapa ruang yang berfungsi untuk display dan menjelaskan tsunami yang terletak di lantai berikutnya. Di lantai ini pula disediakan perpustakaan, mushalla dan toko souvenir. Pengunjung bisa kembali turun ke lantai dasar dan melihat beberapa artefak peninggalan tsunami yang terdisplay di lantai dasar seperti helikopter dan mobil yang hancur.

A photo posted by Freddy Wally (@freddywally) on

-----
Link tentang Museum Tsunami Aceh antara lain bisa dilihat di : 

http://disbudpar.acehprov.go.id/ atau 
http://museumtsunami.blogspot.co.id/




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Joger dan Krisna, pilih mana?

Christine Klappertaart, oleh-oleh nikmat khas Manado yang wajib banget dibawa pulang

Berkunjung ke SD Muhammadiyah Gantong (meski hanya replika)