Short-trip di kota Serambi Mekah,

 Aceh, provinsi yang terletak di ujung Sumatera ini menyimpan jutaan cerita. Berbagai peristiwa penting di negeri ini terjadi di Aceh. Berlatar belakang sebagai tempat dimulainya penyebaran agama Islam di Asia Tenggara, kota Serambi Mekah sampai saat ini masih memiliki kehidupan bermasyarakat yang religius. Meski sempat terlanda musibah tsunami pada 2004 lalu, saat ini Aceh telah mampu berbenah diri dalam semua aspek kehidupan. Gelombang tsunami yang menerjang sebagian besar pesisir barat Aceh nyatanya menjadi dorongan terciptanya perjanjian damai antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka.
Pada 2015 lalu saya berkesempatan mengunjungi kota Aceh. Berkunjung dalam waktu amat singkat, saya berusaha menikmati setiap jengkal sudut kota ini sebisanya. Ada beberapa hal yang must visited ketika berkunjung kekota Serambi Mekah ini, dan dengan waktu yang singkat saya menyempatkan untuk mengunjungi beberapa tempat di seputaran Banda Aceh.   
---
Masuk ke Banda Aceh, saya merasakan  suasana kota yang tenang. Meskipun ibu kota provinsi, Banda Aceh tidak seramai kota lain di Jawa. Lalu lintas berjalan lancar, tidak banyak mobil dan motor bersliweran di jalanan. Masuk ke wilayah pemukiman, ternyata Banda Aceh belum terlalu padat dengan perumahan. Masih banyak pepohonan menghijau rindang dan menyediakan udara segar. Menyenangkan..
Ada hal berbeda yang saya perhatikan. Di sepanjang jalan, saya tidak banyak melihat wanita tanpa jilbab menutupi kepala. Ada, tapi hanya beberapa, pun mereka mengenakan pakaian yang sopan dan cukup tertutup. Selainnya, wanita-wanita dengan baju sopan dan mengenakan jilbab, atau kerudung sekedarnya yang disampirkan menutup rambut. Seperti sedang berada di kota santri..
Di Aceh terdapat himbauan agar wanita yang sudah akil baligh menggunakan kerudung jika keluar rumah. Hal ini sebagai bentuk pelaksanaan salah satu syariat Islam di Aceh. Ada razia oleh WH (wilayatul hisbah) pada hari-hari tertentu, namun pada kenyataannya pelaksanaan syariat ini kembali lagi pada masing-masing individu. Tidak ada pemaksaan mengenai kewajiban memakai kerudung untuk wanita non muslim. Bahkan seakan telah menjadi pemakluman bersama bahwa jika ada seorang wanita dewasa berada di bumi rencong ini tanpa mengenakan kerudung, bisa diasumsikan wanita tersebut adalah non muslim.
Yang menjadi pengecualian adalah saat berkunjung ke masjid raya Baiturrahman. Mengunjungi salah satu landmark bumi rencong ini, seorang muslimah wajib mengenakan busana sopan dan kerudung. Petugas akan menegur dan memberikan kerudung/sarung bagi pengunjung muslim/muslimah yang berpakaian kurang sesuai. Bagi pengunjung non muslim, tak perlu khawatir akan berita tentang adanya pemaksaan mengenakan kerudung, hal itu sama sekali tidak benar. Pengunjung hanya akan dihimbau mengenakan pakaian sopan ketika masuk Baiturrahman. Hal ini sebagai bentuk penghormatan ketika mengunjungi tempat ibadah umat Islam ini.
---
Masjid Raya Baiturrahman,

Alhamdulillah saya sempat shalat jamaah ashar di Masjid Baiturrahman Aceh, masjid legenda yang tetap berdiri tegak ketika banjir tsunami menerjang habis kota Banda Aceh hampir 11 tahun lalu.

(masjid Baiturrahman, Banda Aceh)

Maka nikmat dan kuasa Allah yang mana yang kami dustakan. Saya yang hanya bisa nangis dan sedih ketika tahun 2004 melihat saudara di aceh mengalami musibah, saat ini bisa shalat bersujud di salah satu masjid saksi kunci peristiwa tsunami. Betapa saya besyukur dan takjub atas kuasa Allah.



(seorang lelaki dan sahabatnya, Ba’da Ashar, Baiturrahman)

Hal yang menakjubkan adalah, Masjid Baiturrahman ramai sekali saat itu. Meskipun biasanya masjid-masjid sepi saat jamaah ashar, lain halnya dengan Baiturrahman. Shaf lelaki di depan hampir terisi setengah penuh, dan jamaah putri pun tak kalah ramai. Yang lebih menyenangkan adalah banyaknya anak-anak yang ikut shalat berjamaah. Anak-anak usia TK dan SD memenuhi shaf belakang. Meski ada yang masih sambil bercanda dengan teman-temannya, namun mereka terbilang tertib dan mengikuti shalat berjamaah saat itu.
Ba’da shalat jamaah, anak-anak ramai mengambil posisi melingkari ustadz-ustadzah. Ngaji sorogan, mengaji dengan mengantri satu-satu kepada ustadznya. Senyum cerah menghiasi wajah mereka. Sambil sesekali bercanda dengan teman-teman sebayanya, mereka mengeja huruf demi huruf dan mempersiapkan jatah sorogannya.



(anak-anak yang akan mengaji, Ba’da Ashar,Baiturrahman)

Semoga guru-guru ini mendapat berkah dari Allah. Sungguh, mengajar anak-anak tidaklah segampang membalikkan telapak tangan. Apalagi mengajarkan agama, yang akan membentuk pribadi generasi muda ini menjadi manusia-manusia berakhlakul karimah, menjadi pemimpin bangsa dan generasi penerus bangsa yang taat pada dien-nya.

--

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Joger dan Krisna, pilih mana?

Christine Klappertaart, oleh-oleh nikmat khas Manado yang wajib banget dibawa pulang

Berkunjung ke SD Muhammadiyah Gantong (meski hanya replika)