Senja di Pantai Losari..




Sebelumnya mohon maaf, karena saya sedang jaraaang banget pergi kemana-mana maka demi keberlanjutan eksistensi blog saya memutuskan untuk reupload beberapa tulisan lawas. Sekalian nostalgia ya.. throwback to the the time i felt excited about going to another destination.
Ini salah satu dari banyaaak tulisan dari blog lama (sudah dihapus) yang rencananya akan saya upload lagi sementara nungguin kesempatan jalan ke tempat-tempat baru. Semoga masih diberi kesempatan untuk kerja sambil jalan kemana-mana lagi ya, biar tetep sehat jasmani rohani.
--

2016,


Beberapa hari lalu
tempat kerja saya ngadain kegiatan di Makassar,
Yeeeeey! Seneng banget, karena saya memang belum pernah sama sekali pergi ke Makassar. Ini yang pertama, dan perginya bareng-bareng pula, asiiiikk!

Hari Minggu, kami rame-rame berangkat dari Jakarta. Landing di bandar udara Sultan Hasanuddin, Maros, sekitar pukul 14 siang, alhamdulillah perjalanan overall lancar. Kami langsung ke hotel karena peserta sudah berdatangan. Kali ini kami menyelenggarakan kegiatan di hotel Aryaduta Makassar, tepat di pinggir pantai Losari.

Karena belom ada kerjaan, sekitar jam 5 sore saya sudah berada di pantai Losari. Akhirnya ketemu pantaaaaaiiiii!!!




Awalnya, saya bayangin pantai Losari akan ngobatin kangen saya sama ombak dan pasir pantai selatan di kota kelahiran. Tapi ternyata.. saya baru tahu kenyataan yang bertolak belakang 180 derajat: Pantai Losari ini nggak berombak! Nggak ada ombaknya sama sekali, bahkan nggak bisa main pasir. 

Pantai yang terletak di sebelah barat kota Makassar ini layaknya seorang Lady, kalem dan tenang. Hanya ada riak-riak air kecil karena hembusan angin laut yang sepoi-sepoi. Pemandangan indah tersaji di depan mata karena hari sudah mulai senja, matahari pun seakan bermalas-malasan memancarkan sinarnya. Keindahan matahari senja yang memanjakan mata menanti untuk diabadikan dalam lensa kamera.

Sayangnya keindahan pantai Losari ternoda oleh efek modernisasi yang dilakukan manusia. Air lautnya cukup kotor, berwarna keruh kehitaman. Tidak ada pasir pantai nan putih, hanya ada tembok pembatas sepanjang pesisir pantai. Gagal sudah cita-cita saya untuk berjalan di atas pasir putih sambil menikmati elusan ombak di kaki.




Namun kekecewaan ini sedikit terobati ketika saya menemukan banyak spot untuk foto-foto di sekitar pantai. Ada papan nama dan tugu Pantai Losari yang dibangun demi memenuhi kebutuhan generasi zaman now: take a selfie di tempat wisata. Terlihat banyak pengunjung (yang kebanyakan memang masih muda-muda belia) mengambil gambar di depan tugu “Makassar” dan “Pantai Losari”. Pemda mungkin menghabiskan banyak  dana untuk membangun banyak fasilitas dan spot-spot cantik untuk wisatawan di Pantai Losari ini, terlihat dari lengkapnya fasilitas di sekitar pantai. Ada toilet umum, ada bebek-bebekan juga yang bisa disewa berkeliling sekitar pantai. Banyak sekali tempat duduk, taman, bahkan ada Masjid yang cukup megah. Penjual makanan bebas berdagang di lapak-lapak yang tertata rapi. Meski segala macam kuliner tersedia, namun menu Pisang epe dan es palu butung masih menjadi primadona terlilhat dari ramainya pembeli yang mengantri.



Tiada rotan akar pun jadi. Tidak jadi main ombak, saya memutuskan untuk menanti senja sambil menikmati sepiring pisang epe’ bersalut gula aren.  





Selang beberapa lama, maghrib pun tiba. Diiringi sayup-sayup panggilan muadzin di kejauhan, pengunjung pantai yang awalnya ramai mulai pelan-pelan meninggalkan pantai, pulang. Pengunjung yang datang dari jauh, beranjak menuju masjid di pinggir pantai Losari. Shalat berjamaah disana..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Joger dan Krisna, pilih mana?

Christine Klappertaart, oleh-oleh nikmat khas Manado yang wajib banget dibawa pulang

Berkunjung ke SD Muhammadiyah Gantong (meski hanya replika)